Hukum Bedah Plastik Menurut Majelis Ulama Indonesia
Saat ini bedah plastik sebagai hasil perkembangan tekonologi medis dan kecantikan banyak dilakukan masyarakat dengan ragam tujuan, alat yang digunakan, serta dampak yang ditimbulkan. Dalam prakteknya bedah plastik bisa dilaksanakan untuk kepentingan rekonstruksi dan bisa untuk kepentingan estetik. Atas praktek tersebut di masyarakat muncul pertanyaan tentang hukum bedah plastik, baik yang rekonstruksi maupun estetik.
Firman Allah SWT antara lain:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. Al-Tin [95]: 4).
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS. al-Baqarah [3]: 372).
- Bedah Plastik adalah suatu tindakan medis yang bertujuan untuk merekonstruksi atau memperbaiki bagian tubuh manusia melalui operasi.
- Bedah plastik rekonstruksi adalah tindakan bedah untuk memperbaiki fungsi dan bentuk anatomis yang tidak normal menjadi mendekati normal.
- Bedah plastik estetik adalah tindakan bedah untuk mengubah bentuk anatomis yang normal menjadi lebih harmonis, lebih menarik atau lebih indah sesuai persepsi pasien, orang di sekitar pasien dan keluarga pasien.
- Al-Dharurah adalah kondisi keterpaksaan yang dapat mengancam jiwa manusia.
- Al-Hajah adalah kondisi keterdesakan yang dapat menyebabkan kesulitan, penyakit berat atau kecacatan pada seseorang (al-masyaqqah).
- Al-Tahsiniyyah adalah kondisi untuk meningkatan keindahan (estetis) dan kepantasan pada anggota tubuh yang normal.
Ketentuan Hukum
- Bedah plastik rekonstruksi untuk memperbaiki fungsi dan bentuk anatomis yang tidak normal menjadi mendekati normal, seperti bibir sumbing, kontraktur, keloid, tumor, replantasi digiti, rekonstruksi payudara pasca-tumor, lesi kulit, hipospadia, dan kelainan alat kelamin, merupakan jenis tindakan medis yang masuk kategori al-dharurat atau alhajat, hukumnya boleh dengan syarat: 1) tindakan yang dilakukan manfaatnya nyata didasarkan pada pertimbangan ahli yang kompeten dan amanah; 2) aman dan tidak membahayakan; dan 3) dilakukan oleh tenaga yang ahli yang kompeten dan amanah.
- Bedah plastik estetik untuk mengubah ciptaan dan bersifat permanen, seperti memancungkan hidung, mengubah alat kelamin, mengubah sidik jari, dan/atau untuk tujuan yang dilarang secara syar’i bukan termasuk kategori al-tahsiniyat, hukumnya haram.
- Bedah plastik estetik yang merupakan jenis al-tahsiniyat, seperti membuang kelebihan lemak, kelebihan kulit, mengencangkan otot agar tidak kerut, hukumnya boleh dengan syarat: 1) tidak untuk tujuan yang bertentangan dengan syari’at. 2) menggunakan bahan yang halal dan suci; 3) tindakan yang dilakukan terjamin aman; 4) tidak membahayakan, baik bagi diri, orang lain, maupun lingkungan; dan 5) dilakukan oleh tenaga yang ahli yang kompeten dan amanah.
- Bedah plastik estetik sebagaimana dimaksud angka 3 yang berdampak pada terjadinya bahaya (dlarar), penipuan (tadlis), ketergantungan (idman), atau hal yang diharamkan hukumnya haram, saddan li al-dzari’ah.
Semoga bermanfaat
Halal is Our Need, Our Quality and Our Choice!
Sumber: Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Bedah Plastik