FoodNewsSertifikasi HalalUpdate

Titik Kritis Keharaman Pengemulsi (Emulsifier)

Assalamu’alaikum Sobat Halal-Mu

Sobat sudah sering mendengar kata pengemulsi?

Bagi sobat Halal-Mu yang suka memasak kue mungkin sudah sering menggunakan produk pengemulsi seperti Ovalet, SP, dan TB. Dalam proses pembuatan kue, biasanya tidak cukup hanya menggunakan telur, tepung terigu, dan gula saja. Agar adonan kue menjadi sempurna saat dimasak, ada beberapa bahan bahan yang sering ditambahkan. Salah satunya adalah pengemulsi karena dapat menyatukan air dan lemak sehingga adonan tercampur dengan sempurna, melembutkan adonan, dan memperpanjang umur simpan kue.

Apa itu pengemulsi? Dikutip dari Buku Daftar Referensi Bahan-Bahan yang Memiliki Titik Kritis Halal dan Substitusi Bahan Non Halal oleh Prof. Dr. Irwandi Jaswir, MSc, Ir. Elvina A. Rahayu, MP, Dr. Nancy Dewi Yuliana, MSc dan Dr. Anna Priangani Roswiem, MS. pengemulsi (emulsifier) merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan untuk membuat campuran homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur. Fase tersebut biasanya terdiri dari fase minyak dan air. Dalam industri pangan bahan pengemulsi digunakan pada berbagai produk seperti minuman berbasis susu, produk produk bakery, bumbu dan kondimen, produk oles, saus dan banyak lainnya.

Penggunaan emulsifier di Indonesia diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. Terdapat 83 jenis pengemulsi yang dapat digunakan pada produk pangan dimana penggunaannya tergantung kategori pangan yang akan ditambahkan.

Lalu dimana letak titik kritis keharaman emulsifier? Kelompok emulsifier memiliki potensi keharamannya, yaitu dari segi sumber atau asal emulsifiernya dan juga pada proses atau teknologi pengolahannya.

Mengapa demikian?

  1. Sumber Pengemulsi

Sumber pengemulsi biasanya terbuat dari lemak yang biasanya berasal dari hewan atau tanaman. Jika pengemulsi berasal dari lemak hewani, maka harus dilihat apakah hewan yang digunakan? Apabila hewan yang digunakan adalah hewan yang boleh dikonsumsi seperti sapi maka dilihat proses penyembelihannya. Apakah sesuai dengan syariat islam atau tidak.

  1. Teknologi yang dibutuhkan pada prosesnya

Karena bahan utama pengemulsi adalah lemak, lemak melibatkan proses esterifikasi dan atau transesterifikasi pada teknologi pengolahannya. Lemak atau minyak yang berasal dari tumbuhan atau hewan dihidrolisis menjadi gliserol dan campuran asam lemak. Prosesnya dapat diperoleh baik dengan cara transesterifikasi lemak dengan menggunakan katalis asam atau basa. Sedangkan esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan antara gliserol dan asam lemak yang biasanya dibantu katalis asam.

Selain itu ada proses interesterifikasi yang merupakan reaksi pengaturan kembali ikatan ester. Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugus antara dua buah ester di mana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Reaksi interesterifikasi ini dapat dilakukan dengan katalis kimia (misalnya NaOH dan NaOCH), dengan katalis enzim (lipase dan papain). Seperti yang sudah kita bahas pada artikel sebelumnya bahwa pada enzim juga terdapat titik kritis keharamannya.

Sekian sobat Halal-Mu, semoga informasi ini bermanfaat ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *